Anak Autis, merupakan anak yang berkebutuhan khusus |
Setelah sukses dalam tataran
penelitian, peneliti berharap obat ini dapat digunakan untuk menawar gejala
autisme pada manusia.
United State National Institutes of Health meneliti penggunaan obat GRN-529 untuk mengurangi gejala umum yang kerap ditunjukan para pengidap autis. Obat tersebut dapat membantu dua sel otak berkomunikasi satu dengan yang lain.
Meski selama ini beredar anggapan bahwa autis merupakan kelainan yang tidak bisa ditanggulangi dengan obat, peneliti meyakini bahwa penggunaan obat ini dapat mengurangi gejala autis. Caranya, dengan mengupayakan agar sel-sel otak saling berkomunikasi di sinapsis - celah antara sel otak manusia.
Uji coba dilakukan pada tikus-tikus yang berperilaku autis - ini berbeda dengan tikus yang memang mengidap autis. "Tikus-tikus autis" kurang dalam hal sosialisasi dan komunikasi dengan tikus lain. Mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kegiatan secara berulang-ulang terkait dirinya sendiri.
Setelah diinjeksi, tikus-tikus tersebut menunjukan perilaku yang lebih baik. Seperti mengurangi kegiatan yang berulang-ulang dan menunjukan peningkatan dalam tataran sosial. Para peneliti meyakini temuan tersebut meningkatkan peluang obat tersebut dapat digunakan dalam penanganan autis.
"Mengingat tingginya biaya, baik dalam bentuk uang maupun emosi, bagi keluarga, sekolah dan sistem perawatan kesehatan, kami berharap rangkaian penelitian ini dapat memenuhi kebutuhan obat yang mengatasi gejala-gejala mendasar," kata Dr Jacqueline Crawley, salah seorang peneliti dari National Institute of Mental Health.
Uta Frith, profesor perkembangan kognitif dari University College London mengatakan, "Proses-proses di sinapsis telah lama dicurigai sebagai asal mula autisme."
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine ini meski menunjukan gejala positif pada tikus, tidak begitu saja dapat diaplikasikan pada manusia. Butuh waktu lama dan serangkaian penelitian lanjutan untuk menguji kelayakannya pada manusia. Bahkan tak jarang suatu obat malah gagal diterapkan pada manusia meski berhasil pada hewan.
Perilaku autis diketahui berpengaruh pada 1 persen anak. Skalanya bervariasi dari ringan sampai berat. Gejalanya beragam, mulai dari kendala sosial, kendala bahasa, dan suka mengulang gerakan seperti mengetukan tangan. Selama ini pengidap autis diterapi melalui pendidikan khusus seperti terapi bicara dan perilaku. (Ni Ketut Susrini/BBC)
United State National Institutes of Health meneliti penggunaan obat GRN-529 untuk mengurangi gejala umum yang kerap ditunjukan para pengidap autis. Obat tersebut dapat membantu dua sel otak berkomunikasi satu dengan yang lain.
Meski selama ini beredar anggapan bahwa autis merupakan kelainan yang tidak bisa ditanggulangi dengan obat, peneliti meyakini bahwa penggunaan obat ini dapat mengurangi gejala autis. Caranya, dengan mengupayakan agar sel-sel otak saling berkomunikasi di sinapsis - celah antara sel otak manusia.
Uji coba dilakukan pada tikus-tikus yang berperilaku autis - ini berbeda dengan tikus yang memang mengidap autis. "Tikus-tikus autis" kurang dalam hal sosialisasi dan komunikasi dengan tikus lain. Mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kegiatan secara berulang-ulang terkait dirinya sendiri.
Setelah diinjeksi, tikus-tikus tersebut menunjukan perilaku yang lebih baik. Seperti mengurangi kegiatan yang berulang-ulang dan menunjukan peningkatan dalam tataran sosial. Para peneliti meyakini temuan tersebut meningkatkan peluang obat tersebut dapat digunakan dalam penanganan autis.
"Mengingat tingginya biaya, baik dalam bentuk uang maupun emosi, bagi keluarga, sekolah dan sistem perawatan kesehatan, kami berharap rangkaian penelitian ini dapat memenuhi kebutuhan obat yang mengatasi gejala-gejala mendasar," kata Dr Jacqueline Crawley, salah seorang peneliti dari National Institute of Mental Health.
Uta Frith, profesor perkembangan kognitif dari University College London mengatakan, "Proses-proses di sinapsis telah lama dicurigai sebagai asal mula autisme."
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine ini meski menunjukan gejala positif pada tikus, tidak begitu saja dapat diaplikasikan pada manusia. Butuh waktu lama dan serangkaian penelitian lanjutan untuk menguji kelayakannya pada manusia. Bahkan tak jarang suatu obat malah gagal diterapkan pada manusia meski berhasil pada hewan.
Perilaku autis diketahui berpengaruh pada 1 persen anak. Skalanya bervariasi dari ringan sampai berat. Gejalanya beragam, mulai dari kendala sosial, kendala bahasa, dan suka mengulang gerakan seperti mengetukan tangan. Selama ini pengidap autis diterapi melalui pendidikan khusus seperti terapi bicara dan perilaku. (Ni Ketut Susrini/BBC)
Sumber: kompas.com
No comments:
Post a Comment