Ancaman gunung Merapi sulit diprediksi. Masyarakat di lereng Merapi
pun diharapkan memiliki kemampuan dalam menghadapi bencana primer maupun
sekuder Merapi yang berpotensi datang sewaktu-waktu.
Untuk membantu masyarakat lereng Merapi, Balai Penyelidikan dan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyelenggarakan
wajib latih penanggulangan bencana gunung Merapi di Desa Klakah,
Kecamatan Selo, Sabtu (4/2/2012).
Kegiatan serupa juga dilakukan di 42
desa lainnya yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Boyolali, Sleman,
Magelang dan Yogyakarta.
Sementara itu, guguran-guguran masih sering terjadi di puncak Merapi.
Setelah letusan dasyat pada Oktober 2010, kawah Merapi kini berdiameter
400 meter dengan kedalaman 150 meter. Bukaan di kawah baru tersebut
mengarah ke selatan, ke Kali Gendol dan lain-lain. BPPTK juga tengah
menyelidiki keberadaan titik api di puncak Merapi yang belum lama ini
terlihat dari Magelang dan Boyolali.
Salah seorang penyelenggara acara sekaligus Kepala Seksi Merapi BPPTK
Yogyakarta, Sri Sumarti menjelaskan kegiatan ini melibatkan beberapa
pihak, seperti, Badan Geologi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana,
Forum Merapi dan masyarakat.
“Kami menjelaskan kepada masyarakat di lereng Merapi berkaitan dengan
ancaman primer dari letusan gunung berupa awan panas atau ancaman
sekunder dalam bentuk lahar dingin. Intinya masyarakat bisa mengenali
potensi bahaya di sekitar mereka. Sehingga risiko akibat letusan Merapi
bisa berkurang. Pelatihan ini dilakukan minimal di 43 desa yang tersebar
di empat kabupaten yang selalu terkena imbas letusan Merapi,” tutur Sri
Sumarti, ketika ditemui wartawan sesuai pelatihan di Balai Desa Klakah,
Kecamatan Selo.
sumber : solopos.com
No comments:
Post a Comment